Menghadapi Lingkungan Kerja yang Toxic
- quadrasinergi
- 21 Jan 2021
- 5 menit membaca
Diperbarui: 5 Agu 2024

Oleh : Dian Lestari M. Psi., Psikolog
Pernahkah Anda merasakan tekanan atau ketidaknyamanan dikarenakan pekerjaan Anda? Setelah upaya yang Anda kerahkan untuk dapat bekerja di perusahaan tersebut namun ternyata setelah dijalani sangat berbeda dengan ekspektasi Anda saat masih melihat perusahaan dari luar. Ketidaknyamanan tersebut dikarenakan Anda merasa tidak dihargai di tempat kerja, merasa tidak semangat bekerja, menghindari rekan kerja atau orang tertentu di pekerjaan, atau bahkan merasa ingin mencari pekerjaan di tempat lain? Kondisi kesehatan menjadi lebih sering terganggu seperti susah tidur, kerap sakit kepala, gangguan pencernaan dan lain sebagainya? Bila hal tersebut kerap Anda rasakan maka kemungkinan Anda berada di lingkungan kerja yang tidak sehat atau yang kerap disebut dengan toxic workplace.
Toxic workplace adalah istilah yang menggambarkan kondisi lingkungan kerja dimana suasana, orang-orang, tugas kerja ataupun interaksi antara hal-hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan bahkan dapat berkembang menjadi gangguan dalam diri pekerja. Lalu apa yang dimaksud dengan lingkungan kerja? Berdasarkan Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2019) lingkungan kerja yang dimaksud setidaknya terdiri dari 5 aspek yaitu jam kerja (working hours), lingkungan fisik tempat kerja (working place environment), relasi antar pekerja (workers relationship), keamanan dalam bekerja (job security), dan kebutuhan akan penghargaan (esteem needs). Jam kerja adalah seberapa lama karyawan bekerja sebagaimana ditetapkan oleh perusahaan. Lingkungan fisik tempat kerja adalah lokasi atau tempat karyawan melakukan tugas-tugas kerjanya, relasi antara pekerja bagaimana pekerja berhubungan satu dengan lainnya, antar rekan kerja, dengan atasan, dan lain sebagainya. Esteem needs adalah penghargaan yang diberikan kepada karyawan yang memiliki kinerja baik. Keamanan dalam bekerja mengenai seberapa amankah karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Bila aspek-aspek ini belum terpenuhi dengan baik maka berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja. Toxic workplace tumbuh subur di lingkungan kerja yang jam kerjanya terlalu panjang sehingga pekerja menjadi overworked, kurangnya perhatian akan faktor keselamatan pekerja, lingkungan yang sarat drama atau konflik antar pekerja, dan lain sebagainya.
Toxic workplace adalah topik yang hangat untuk dibahas dilihat dari banyaknya diskusi, maupun penelitian yang membahas hal-hal terkait dengan hubungan yang toxic, baik dalam konteks hubungan antar pribadi, maupun dalam konteks pekerjaan. Dampak dari toxic workplace cukup merugikan tidak hanya bagi pihak perusahaan, namun juga bagi diri pekerja sehingga semakin penting topik ini untuk dibahas, dikenali keberadaannya di organisasi dan diatasi dengan solusi yang tepat. Dampak yang dimaksud mulai dari rendahnya motivasi kerja karyawan, perilaku tidak disiplin, karyawan memiliki niat untuk meninggalkan organisasi, tingkat turnover yang tinggi, meningkatnya biaya rekrutmen dan pelatihan perusahaan sampai review yang buruk tentang perusahaan dari karyawan ataupun ex karyawan dan lain-lain.
Saat ini komposisi angkatan kerja Indonesia terdiri dari generasi baby boomers, generasi X dan generasi Y atau yang kerap disebut sebagai millenial, dimana jumlah generasi millenial mendominasi tenaga kerja Indonesia. Perbedaan generasi ini juga mengakibatkan adanya perbedaan pada cara pandang pekerja terhadap karier, tingkat komitmen terhadap organisasi dan tingkat turnover (Costanza, et. al). Dahulu pekerja lebih menjunjung tinggi stabilitas dan loyalitas sehingga cenderung lebih lama bertahan di suatu perusahaan namun pekerja masa kini cenderung lebih pendek masa kerjanya di suatu perusahaan dan bahkan trendnya menunjukkan masa kerja yang semakin pendek sebelum akhirnya berpindah ke perusahaan lain.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Pambudi Sunarsihanto (Imelda, 2019) mengatakan bahwa generasi millenial memiliki rentang perhatian yang cenderung pendek sehingga cenderung ingin mengembangkan diri dengan lebih cepat. Lingkungan kerja yang dipandang kurang mendukung untuk pengembangan diri ataupun kurang meberikan kenyamanan dalam bekerja membuat para pekerja millennial tidak segan mencari perusahaan yang bisa memberikan lingkungan kerja yang lebih nyaman dan peluang pengembangan karier yang lebih baik.
Bagaimana cara mengenali lingkungan kerja yang tidak sehat? Tanda-tanda dari lingkungan kerja yang tidak sehat atau toxic workplace dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut:
1. Kurang lancarnya komunikasi
Rapat dan diskusi yang tidak ‘hidup’ dikarenakan ada rasa tidak nyaman mengungkapkan ide atau pendapat, pekerja juga jarang dimintai pendapat, adanya budaya bergosip dan sejenisnya.
2. Kurangnya keseimbangan antara kompetisi dan kolaborasi
Karyawan cenderung kompetitif, membentuk geng atau kelompok-kelompok kecil yang eksklusif, cenderung menyimpan informasi untuk dirinya sendiri atau kelompoknya, enggan membantu rekan kerja, dan lain sebagainya.
3. Banyaknya perilaku egois (ego-driven behaviors)
Tampak dalam bentuk perilaku yang bermacam-macam contohnya seperti atasan yang merasa selalu benar, kerap menyalahkan karyawan, merasa kritik atau perbedaan ide dari bawahan sebagai serangan atas pribadinya, ataupun rekan kerja yang sakit hati dan mengajak rekan lainnya menekan karyawan lain yang memiliki kinerja lebih baik atau dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi, perilaku tidak sopan atau kasar dari atasan pada bawahan atau antar rekan kerja dan lain sebagainya.
4. Kurangnya kejelasan nilai, prosedur dan penegakan aturan dalam organisasi.
Nilai-nilai yang dianggap penting dan menjadi dasar bagi budaya yang dibangun di dalam organisasi dan juga perilaku yang diharapkan dari karyawan belum dikonseptualisasikan. Kalaupun sudah terkonsep maka belum terkomunikasikan atau diterjemahkan dengan baik dalam daily operation perusahaan.
5. Rendahnya antusiasme dalam bekerja
Kurang bersemangat dalam bekerja, tidak disiplin, tidak terlihat senang dalam bekerja, dan lain sebagainya
Siapakah yang bertanggungjawab atas terjadinya toxic workplace? Siapa saja yang menjadi bagian dari organisasi tersebut dapat berperan dalam terjadinya lingkungan kerja yang sehat, mulai dari pimpinan yang kurang bisa memberikan contoh yang baik, manajer yang keterampilannya dalam memimpin kurang terasah, karyawan yang tidak berkomitmen, atau bahkan ketiganya sekaligus ada di perusahaan. Berita baiknya, bila semua pihak bisa berperan menyebabkan terjadinya permasalahan, maka semua pihak juga bisa menjadi bagian dari solusi permasalahan.
Apa yang dapat dilakukan bila Anda berada di dalam toxic workplace? Secara umum, langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menyadari dan mengakui permasalahan
Ketika sudah teridentifikasi lingkungan kerja yang tidak sehat, komunikasikan dengan jujur dan terbuka dengan anggota organisasi. Ajak mereka untuk mengidentifikasi akar masalahnya, dan nyatakan bahwa kita akan bersama-sama melakukan perubahan untuk meningkatkan kenyamanan di lingkungan kerja.
2. Nyatakan harapan Anda secara spesifik
Perilaku-perilaku buruk yang mendorong terjadinya toxic workplace harus didefinisikan dengan jelas secara operasional dan dalam bahasa yang mudah dipahami, Begitu juga halnya dengan dampak dari perilaku tersebut terhadap kelompok atau bahkan organisasi secara keseluruhan dan konsekuensi apa yang akan ditanggung anggota organisasi yang masih melakukan perilaku-perilaku buruk tersebut. Sampaikan gamabaran yang jelas mengenai harapan Anda akan perubahan yang lebih baik dan indikatornya.
3. Akui dan hargai pencapaian
Tidak jarang lingkungan kerja terasa tidak sehat dikarenakan para karyawannya merasa beban kerjanya berat namun kurang diharga oleh perusahaan. Penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang diakui dan dihargai pencapaiannya cenderung meningkat produktifitas, loyalitas dan engagement atau keterikatan karyawan pada perusahaan. Tawarkan peluang dan peningkatan karier agar karyawan tidak merasa terhambat kemajuannya dan tak berdaya.
4. Tingkatkan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan kerja
BIla para karyawan merasa stress akibat pekerjaannya, maka hal ini dapat berdampak pada kesehatan dankehidupan pribadi mereka. Tawarkan program-program yang bertujuan menjaga kesehatan mental karyawan dan doronglah karyawan untuk memprioritaskan kesehatannya dan juga menghabiskan waktu bersama teman dan keluarga. Hal ini dapat mencegah timbulnya perasaan negatif karyawan terhadap perusahaan dan juga meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
5. Bangunlah budaya yang inklusif
Jangan biarkan politik kantor dan favoritisme di kantor Anda. Adakanlah kegiatan-kegiatan atau beri kesempatan untuk membangun dan memperkuat hubungan kerja yang positif antar anggota organisasi.
Tentu saja masing-masing organisasi memiliki keunikan tersendiri dan bisa saja membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam memecahkan permasalahan toxic workplace. Untuk membahas lebih detail mengenai apa saja yang dapat dilakukan organisasi Anda untuk mengatasi permasalahan ini, Quadra Sinergi Consulting, Your one stop development partner, siap membantu Anda.
Comments