Cegah Stres Finansial dengan Literasi Keuangan
- quadrasinergi
- 17 Mei 2022
- 3 menit membaca

Penulis : Dian Lestari M. Psi., Psikolog.
Banyak orang berkata uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Namun nyatanya semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kesejahteraan finansial berkaitan dengan kondisi kesehatan mental seseorang.
Dalam dunia kerja, kondisi keuangan termasuk kedalam salah satu hazard psikososial dari aspek kehidupan pribadi pekerja. Employee Financial Wellness Survey PWC (2021) menunjukkan bahwa sebanyak 63% karyawan merasa stress dengan kondisi keuangannya dan 87% karyawan merasa membutuhkan pertolongan dalam pengelolaan keuangan pribadinya. Hanya saja sebagian besar karyawan yang mengalami kesulitan pengelolaan keuangan merasa malu untuk meminta bantuan ataupun bimbingan dalam pengelolaan keuangan. Bahkan 1 dari 5 karyawan cenderung menunggu hingga mengalami krisis keuangan baru terdorong untuk mencari bantuan. 53% karyawan juga mengaku stress finansial membuat mereka kesulitan untuk fokus dan produktif dalam bekerja. Karyawan yang mengalami permasalahan keuangan juga cenderung lebih terdorong untuk mencari pekerjaan lain selain dikarenakan peluang untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi namun juga dikarenakan merasa perusahaan tidak memilki kepedulian dengan permasalahan keuangan karyawan (PWC, 2022). Tidak sedikit karyawan yang memiliki pekerjaan lain atau usaha selain pekerjaannya saat ini di perusahaan. 46% karyawan yang mengalami stress finansial mengaku bahwa stress karena keuangan memilki dampak yang serius terhadap kesehatan mental mereka. 72% orang dewasa juga diketahui merasakan stress mengenai uang dan 25% diantaranya merasakan stress yang cukup ekstrim karena uang.
Stress finansial tidak hanya dialami oleh pekerja dengan pendapatan rendah (low income) tetapi juga terjadi pada pekerja yang berpenghasilan tinggi dengan benefit dan kompensasi yang memadai. Survey Organisasi Kerjasama & Pembangunan Ekonomi (OECD) mengungkap bahwa 46% orang Indonesia hanya punya dana darurat untuk seminggu sehingga tergolong tidak siap dalam menghadapi krisis. Bahkan tidak jarang kita dengar pekerja dengan posisi yang cukup tinggi di perusahaan dengan penghasilan yang cukup besar tiap bulannya terlibat tindakan kriminal penggelapan ataupun pencurian dikarenakan gaya hidup mewah, terlilit hutang ataupun investasi yang gagal, dan lain sebagainya. Stress karena masalah keuangan juga diketahui menjadi salah satu penyebab konflik dalam keluarga dan perceraian. Faktor ekonomi diketahui menjadi penyebab 26% perceraian di Indonesia.
Stress yang tinggi dan tidak dikelola dengan baik berpotensi memicu permasalahan kesehatan mental. American Psychological Association (2015) menemukan bahwa stress dikarenakan permasalahan keuangan adalah salah satu penyebab utama perilaku tak sehat seperti merokok, kenaikan berat badan, judi, berhutang berlebihan, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.
Banyak orang memilih untuk meredakan stressnya dengan menggunakan perilaku-perilaku tak sehat (maladaptive coping) tersebut untuk sesaat melegakan perasaan, namun setelah itu stressnya kemudian datang kembali dan seringkali dengan intensitas yang lebih tinggi. Hasil survey ini sejalan dengan trend saat ini, dimana banyak orang mudah self-diagnose dan merasa memerlukan ‘healing’ berupa ‘sweet relief’ atau kegiatan-kegiatan yang tidak jarang hanya meredakan ketegangan untuk sesaat namun malah menyebabkan perilaku kurang produktif seperti prokrastinasi, overspending dan berhutang yang berpotensi mengurangi kesejahteraan finansial dan dapat menjadi pemicu stress dikemudian hari.
Trend flexing atau pamer kekayaan juga muncul belakangan ini sebagai upaya mendapatkan pengakuan atas keberhasilan, menunjukkan status sosial (status-driven consumption), menutupi rasa tidak aman (insecurity) ataupun sebagai strategi marketing sehingga semakin mendorong seseorang melakukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menghilangkan stress maupun flexing dengan berlebihan belanja, traveling atau fine dining, dan lain sebagainya khususnya dalam kondisi tidak sesuai dengan kemampuan dan dengan cara berhutang. Perilaku overspending dan berhutang ini juga semakin dimudahkan dengan menjamurnya pinjaman online ataupun fasilitas paylater.
Kesejahteraan finansial adalah keadaan dimana seseorang dapat memenuhi kewajiban-kewajiban keuangannya, merasa aman dengan keuangannya hari ini dan untuk masa depan serta memiliki kebebasan untuk membuat pilihan yang memungkinkan orang tersebut menikmati hidupnya. Selain itu, kesejahteraan finansial dapat diartikan sebagai perasaan memiliki kendali akan keuangan dan kemampuan menghadapi kemunduran kondisi finansial (financial set-back). Kesejahteraan finansial menjadi dambaan meski pada kenyataannya banyak orang yang belum mengetahui cara mencapainya, tidak ingin berusaha keras dan bersabar dalam proses pencapaiannya sehingga tidak sedikit orang yang terjerat penipuan investasi.
Kondisi keuangan dan pengelolaan keuangan yang buruk dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya kurangnya pengetahuan akan keuangan (financial literacy) dan juga kurangnya kesadaran diri serta kemampuan pengelolaan stress yang belum baik. Oleh karena itu, seseorang perlu memiliki kesadaran diri akan kebiasaan yang dimiliki dalam mengelola keuangan, salah satunya dengan upgrade literasi finansialnya, melakukan budgeting dan mindful shopping. Perusahaan juga dapat menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan pekerja dengan menyediakan benefit yang memudahkan karyawan mencapai tujuan finansialnya dan menyediakan informasi, edukasi keuangan ataupun bimbingan mengenai permasalahan keuangan sehingga memiliki nilai tambah dan dapat membantu meningkatkan retensi karyawan. Bimbingan ini juga sebagai salah satu upaya menanggulangi hazard psikososial dari aspek kehidupan pribadi dan juga stress management di perusahaan.
Referensi:
PWC Employee Financial Wellness Survey. 2022. https://www.pwc.com/us/en/services/consulting/business-transformation/library/employee-financial-wellness-survey.html?WT.mc_id=CT2-PL200-DM2-TR1-LS2-ND30-PR3-CN_EFWSURVEY2022-PostWebcastThankYouCTA&pwctrackemail=ricmcdonald@coca-cola.com Diakses pada tanggal 3 April 2022.
https://katadata.co.id/ariayudhistira/infografik/5f640385050e2/banyak-orang-indonesia-tak-siap-hadapi-krisis. Diakses pada tanggal 3 April 2022
Paying with our health. 2015. stress-report.pdf (apa.org). Diakses 10 April 2022
https://manado.tribunnews.com/2022/02/07/apa-itu-healing-tren-yang-disebut-dapat-membantu-kita-begini-penjelasan-psikolog Diakses 10 April 2022
https://www.kompas.com/tren/read/2022/02/15/130000765/apa-itu-flexing-ramai-disebut-di-media-sosial-dan-apa-tujuannya-?amp=1&page=2
Commenti