Mendidik Anak Dengan Cinta Di Masa Pandemi
- quadrasinergi
- 22 Jun 2020
- 4 menit membaca
Sebelum pandemi Corona, tidak sedikit kita temui orang tua yang merasa tidak mampu atau tidak bersedia memilih homeschooling sebagai cara mendidik anak-anak mereka. Dengan beragam penyebab seperti belummemahami konsep homeschooling, metode dan kurikulumnya, merasa tidak mampu komitmen untuk menyiapkan waktu dan materi mengajar, ataupun merasa bahwa homeschooling membatasi kemampuan anak untuk bersosialisasi. Namun, dikarenakan adanya pandemi Corona, akhirnya Pemerintah memutuskan bahwa Pembelajaran Jarak Jauh diperpanjang sampai akhir tahun 2020. Hal ini menyebabkan semua orang tua/wali murid yang masih bersekolah bertambah perannya sebagai pengganti guru sekolah di rumah. Tentunya perubahan ini menimbulkan tantangan-tantangan baru untuk para orang tua dalam menjalankan perannya sebagai pengganti guru sekolah bagi anak-anak. Hal ini tidak hanya membutuhkan kesediaan namun juga persiapan yang matang agar dapat memberikan proses belajar yang kondusif bagi anak-anak.
Tantangan-tantangan yang dihadapi orang tua dalam melaksanakan home learning di masa pandemi adalah sebagai berikut :
1. Ruang gerak yang terbatas
2. Interaksi sosial yang terbatas
3. Kegiatan yang berulang atau relatif itu-itu saja
4. Membagi waktu dengan pekerjaan kantor, pekerjaan rumah tangga maupun pendidikan
5. Kondisi pekerjaan dan finansial
6. Sarana prasarana yang kurang memadai
7. Kondisi anak yang rentan mengalami kebosanan, stres, dll.
Sesi Ngobrol Santai dengan Psikolog dan Praktisi Homeschooling Renny Oceanita Nasution, M.Psi., Psikolog (IG: @renny.jiwana) memberikan beberapa tips yang tidak hanya didasarkan pada teori-teori psikologi, namun juga berdasarkan pengalamannya melakukan homeschooling bersama suami dan ketiga anaknya . Tips-tips tersebut adalah sebagai berikut :
1. Berdoa kepada Tuhan
Dalam hidup kita, permasalahan tidak hanya disebabkan oleh hal-hal yang bisa kita kontrol, namun juga disebabkan oleh hal-hal yang ada di luar kontrol kita. Berdoa kepada Tuhan adalah wujud pengakuan akan adanya kuasa yang lebih besar atas hidup kita, membuat kita lebih mudah berpikir positif dalam menghadapi permasalahan dan mengurangi kekhawatiran akan hal-hal yang berada di luar kontrol kita.
2. Kesadaran akan tanggung jawab orang tua
Hendaknya orang tua menyadari bahwa mendidik anak adalah tugas utama orang tua. Selayaknya menyikapi penambahan peran menjadi pengajar anak di rumah dengan positif dan tidak dianggap sebagai beban. Karena mengajar anak di rumah memiliki banyak manfaat baik bagi orang tua maupun anak. Tidak hanya menambah ilmu, namun juga memupuk hubungan yang hangat dengan anggota keluarga. Orang tua tidak hanya sekedar mengandalkan aplikasi atau teknologi lalu lepas tangan membiarkan anak belajar sendiri. Namunjuga, tetap memberikan perhatian dan terlibat dalam proses belajarnya dan juga mengajak diskusi atau melakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman anak akan hal-hal yang ia pahami dari proses belajar dan mendeteksi adakah learning error atau kesalahan pemahaman dalam proses belajarnya.
3. Tentukan visi dan misi keluarga serta kesepakatan dengan pasangan
Visi dan misi keluarga perlu didiskusikan dan ditetapkan sebagai acuan atau dasar dari segala aspek dalam kehidupan berkeluarga. Pasangan bersepakat untuk merumuskan, terlibat dalam mengimplementasikan dan melakukan evaluasi dalam upaya pencapaian visi dan misi keluarga, yang kemudian diterjemahkan ke dalam target-target yang lebih kecil untuk dipahami dan dicapai oleh seluruh anggota keluarga. Pemahaman akan tujuan, visi dan misi keluarga akan lebih memudahkan seluruh anggota keluarga dalam menentukan prioritas, arah dan sikap dalam upaya bersama mencapai tujuan. Berniat menjalankan untuk kebaikan bersama bukan hanya sekedar mendapatkan nilai baik atau menuntaskan kurikulum belajar.
4. Upgrade ilmu dan wawasan
Orang tua sebagai pendidik anak perlu mengupgrade ilmu pengetahuan dan wawasan agar dapat memiliki lebih banyak alternatif pendekatan dan metode belajar yang tepat dan menyenangkan bagi anak dan juga sesuai dengan kondisi keluarga. Sekaligus menjadikan belajar sebagai budaya dalam keluarga.
5. Komunikasi terbuka dan kepekaan diasah
Dalam keluarga khususnya dalam proses belajar dirumah, jalinlah komunikasi yang terbuka dengananak. Orang tua menjelaskan mengenai pembelajaran yang akan dijalani di rumah, target-target yang perlu mereka penuhi dan alasannya mengapa target tersebut perlu dicapai. Dengarkan tanpa menghakimi atau mengkritisi apa yang dikatakan anak, beri anak kesempatan mengungkapkan isi pikiran dan perasaan serta memilih dan mengambi keputusan khususnya mengenai jadwal dan cara belajar bahkan juga mengenai target yang ingin mereka capai. Orang tua juga perlu mengasah kepekaan untuk memahami apa yang tersirat dari perilaku ataupun perkataan anak dan melakukan perubahan yang diperlukan untuk menyesuaikan dengan anak. Kepekaan ini hanya bisa didapatkan dengan interaksi yang sering dan berkualitas dengan anak. Sempatkan waktu berdua dengan masing-masing anak untuk lebih mengenali mereka.
6. Dinamis
Berdasarkan perkembangan wawasan anggota keluarga, pemahaman akan karakter anak, pengalaman dan permasalahan yang ditemui dalam proses belajar, metoda belajar ataupun pendekatan yang digunakan dalam proses belajar dapat saja berganti menyesuaikan dengan kebutuhan dan minat anak juga kondisi orang tua. Tidak saklek dan monoton, namun lebih proaktif terhadap kondisi dan permasalahan yang dihadapi.
7. Ciptakan kondisi yang menyenangkan dan aman bagi anak untuk belajar
Orang tua memiliki kebebasan dalam menentukan metode belajar anak, tidak selalu harus mengandalkan textbook dan duduk manis di kursi, namun pembelajaran dapat dimasukkan dalam setiap kegiatan sehari-hari yang dijalani anak. Bukan bermain sambil belajar, namun dalam bermain itulah terdapat proses pembelajaran. Orang tua juga perlu membuat kondisi belajar menjadi menyenangkan. Menerima keadaan anak yang mungkin tidak sesuai yang kita harapkan. Tempat yang aman bagi anak untuk menanyakan hal-hal yang belum ia pahami, begitu juga ketika ia belum mencapai targetnya disikapi dengan dialog yang reflektif dan ramah sehingga anak lebih mampu mengatasi ketegangan yang berkaitan dengan tes ataupun evaluasi hasil belajarnya.
8. Tetapkan prioritas dan target yang realistis
Penetapan prioritas dan target yang realistis adalah hal yang penting sehingga membantu orang tua dan anak dalam mengerahkan upaya dan memusatkan fokusnya dalam proses belajar. Begitu juga ketika anak mengalami kejenuhan, penetapan prioritas membantu orang tua dalam melakukan penyesuaian materi dan metode belajar anak. Target yang realistis adalah target yang sesuai tahapan usia anak, memungkinkan anak untuk mencapainya, namun juga tidak terlalu mudah sehingga membosankan bagi anak. Proses belajar yang menyenangkan juga membantu anak memiliki pengalaman yang positif dengan belajar sehingga menyukai belajar.
9. Kenali perbedaan karakter anak
Meski, berasal dari ayah dan ibu yang sama, namun masing-masing anak bisa memiliki karakter dan minat yang berbeda. Maka dari itu, membutuhkan pendekatan yang berbeda pula dalam proses belajarnya. Ada anak yang menurut bila disuruh atau diberi instruksi, ada juga anak yang lebih suka bila diberikan tantangan, ada juga yang lebih suka dengan mencoba langsung atau praktek dan juga ada yang menyukai metode diskusi. Orang tua perlu memahami perbedaan-perbedaan tersebut dan melakukan penyesuaian dengan anak.

Comments