top of page

Menumbuhkan Harapan dengan Memaafkan

  • Gambar penulis: quadrasinergi
    quadrasinergi
  • 6 Mei 2020
  • 3 menit membaca

Diperbarui: 2 Jun 2020

Menjelang bulan suci Ramadan 1441 H, pada Sabtu, 18 April 2020, Quadra Sinergi Consulting Balikpapan mengadakan Waminar (seminar yang dilakukan daring/on-line melalui aplikasi Whatsapp) dengan mengangkat tema tentang memaafkan. Materi dalam Waminar tersebut dibawakan secara apik oleh seorang Psikolog Klinis, Renny Oceanita Nasution, M.Psi., Psikolog.


Dalam seminarnya, Ibu tiga anak itu, mengajak setiap peserta untuk melakukan refleksi terhadap diri mereka sendiri. Ia mengungkapkan, “…mungkin setiap kita pernah merasa sangat marah dan membenci sesuatu, namun tidak dapat mengungkapkannya. Akan tetapi hal tersebut tidak hilang begitu saja, bahkan masih terus terbawa hingga waktu yang kita sendiri tidak tahu akan sampai kapan. Pada sebagian orang, rasa marah dan benci tersebut semakin membesar dan mengakar di hati. Bahkan, ada yang setiap malam “dihantui” dengan mimpi buruk tentang kejadian menyakitkan tersebut, dan itu sangat mengganggu.”


Lebih lanjut, wanita yang juga menjadi Psikolog di salah satu sekolah islam di Balikpapan,menganalogikan, bahwa saat kita tidak memaafkan, kita sedang mengijinkan diri kita untuk menerima sabetan celurit raksasa dan membawanya kemana pun kita pergi. Demikian halnya dengan bayangan orang atau peristiwa yang kita hayati sebagai hal yang menyakitkan. Kejadiannya telah lampau dan orang yang menyakiti juga tidak berada di hadapan kita, namun beragam perasaan tidak nyaman melekat di hati kita. Jika terjadi terus-menerus dalam kurun waktu yang relatif panjang, maka akan berdampak pada kesehatan dan kemampuan kita bersosialisasi.


Memaafkan adalah proses melepaskan rasa nyeri, kemarahan, dan dendam yang disebabkan oleh pelaku. Menurut Everett Worthington Jr, memaafkan adalah mengurangi atau membatasi kebencian serta dendam yang mengarah pada pembalasan, menggerakan seseorang untuk merasakan kebaikan dari pelaku, dan menggerakan dari emosi negatif ke perasaan positif. Karena memaafkan adalah sebuah proses, maka kita akan melalui berbagai tahapan untuk sampai pada kondisi memaafkan secara utuh. Bukanlah termasuk memaafkan jika kita hanya memberi pemakluman, melupakan, melakukan pembenaran, membiarkan, mengalah, membebaskan dari mengadili, melakukan perdamaian, ataupun masih terpusat pada diri sendiri.


Memaafkan adalah keterampilan yang dapat dilatih dan setiap orang dapat melakukannya. Dengan memaafkan, kita dapat mengembalikan kekuatan, menyembuhkan diri, membantu mengendalikan perasaan, dan meningkatkan kesehatan mental kita. Lebih dalam, Renny menjelaskan, bahwa terdapat empat tahap dalam proses memaafkan, yaitu :

  1. Pertama adalah uncovering (mengungkapkan). Pada tahap ini, kita diajak untuk menghayati dan menghadirkan kembali beragam perasaan yang kurang menyenangkan, baik melalui lisan ataupun tulisan.

  2. Kedua adalah decision (memutuskan). Dalam tahap ini, diharapkan telah terjadi perubahan suasana hati dan munculnya insight baru, bahwa cara merespon yang lama sudah tidak efektif dan mulai mempertimbangkan memaafkan sebagai pilihan, serta memiliki komitmen untuk memaafkan pelaku.

  3. Tahap ketiga adalah work (lakukan), dengan mengubah mindset (reframing) melalui pengambilan peran, berempati, menerima rasa nyeri dan tidak nyaman, serta memberi hadiah moral pada pelaku.

  4. Terakhir adalah deepening (pemaknaan). Pada tahap keempat ini, kita akan menemukan makna bagi diri sendiri dan orang lain dalam penderitaan dan proses memaafkan, memiliki tujuan dan harapan hidup yang baru, serta kesadaran atas menurunnya perasaan negatif dan meningkatnya perasaan positif.


Terdapat beragam cara untuk membantu kita dalam proses memaafkan. Beberapa diantaranya dijelaskan secara rinci melalui audio dan video dalam grup Waminar. Para peserta diminta untuk melakukan praktek mandiri di tempat masing-masing. Salah satu teknik yang dipraktekkan adalah Teknik Mizan. Pada teknik ini, kita diajak untuk menimbang secara objektif antara dampak/kerugian dan pembelajaran yang diperoleh dari peristiwa yang dialami tersebut.


Efektivitas terapi dapat lebih optimal saat dilakukan dalam situasi tenang, tidak terganggu dengan kehadiran orang lain, tidak sedang mengerjakan pekerjaan lain, kita dalam keadaan sehat, tersedia alat-alat yang dibutuhkan, dan niat terfokus untuk memperbaiki diri serta mendapatkan keberkahan hidup dari Tuhan Yang Maha Kuasa.


Adapun indikator bahwa kita berhasil memaafkan, antara lain kita menjadi lebih sering merasa bahagia dan bersyukur dalam setiap kondisi. Jika teringat peristiwa lalu, yang dirasakan adalah perasaan bersyukur, karena mengalami peristiwa tersebut dan kita belajar banyak dari sana. Selain itu, kita juga menjadi orang yang semakin sayang pada diri sendiri, dengan apapun yang saat ini kita alami, terutama semakin tunduk dan cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang memberi kesempatan belajar banyak hal dalam kehidupan kita hingga saat ini.







留言


bottom of page